Kontrol Diri

MODEL POLA ASUH ORANG TUA KEPADA ANAK

DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI KONTROL DIRI DI KELUARGA

PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia telah mengalami keguncangan nilai moral yang sangat akut. Dari pejabat sampai rakyat jelata terjadi dekadensi moral. Bahkan Endang Sumantri, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia pernah menyatakan,

Dalam era globalisasi, seluruh aspek kehidupan bangsa terguncang dahsyat hingga daya adaptif kita sebagai suatu bangsa dalam suatu sistem sangat terpengaruh oleh perubahan, perubahan yang sangat cepat. Dalam dunia pendidikan, proses akulturasi dan perubahan perilaku bangsa mau tidak mau kita terdorong menjadi masyarakat yang memasuki complex adaptive system.

(www.setneg.com/endang sumantri-setneg.htm).

Masyarakat Indonesia sekarang ini mudah sekali untuk melakukan kekerasan fisik, baik dalam bentuk tawuran antar pelajar, pertikaian antar kampung, perkelahian antar gang, dan bentrok antar suporter sepak bola. Padahal bangsa Indonesia dahulu dikenal sebagai bangsa yang ramah, murah senyum, tepa selira (toleransi), penolong, dan gotong royong.

Bahkan di kalangan remaja dan anak-anak sekarang ini muncul fenomena yang cukup mengkhawatirkan. Yaitu dengan adanya kasus narkoba, perbuatan asusila, berlaku kasar kepada orang tua—bahkan ada yang tega membunuh orang tua hanya karena masalah sepele, dan lain-lainya. Mengapa tindakan negatif seperti itu mudah tersulut ?, apa penyebabnya ? bagaiman cara mengatasi permasalahan tersebut ?, dan apa kendalanya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh sangat menggelitik dan memotivasi bagi para intelektual untuk menuangkan pemikirannya melalui kontemplasi yang mendalam agar mendapat jawaban yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut sampai ke akar-akarnya.

Salah satu penyebab permasalahan di atas adalah salah satunya karena kurangnya kontrol diri masyarakat dan anak-anak kita. Menurut Michele Borba (2001: 82), disadari atau tidak kita semua mempunyai pemikiran jahat, walaupun kemudian sebagian besar manusia tidak menjalankan apa yang terlintas dalam pikirannya. Karena pada dasarnya potensi yang dimiliki oleh manusia adalah kebaikan dan nilai-nilai tauhid yang berasal dari Allah SWT yang disebut dengan fithrah. Dan fithrah inilah yang menjadi kontrol diri pada manusia dari perbuatan-perbuatan buruk yang berkaitan dengan hubungan antar manusia, sesama makhluk ataupun dengan Tuhannya.

Kontrol diri merupakan akhlak utama bagi tindakan bermoral, namun tidak semua orang mampu memaksimalkan kebajikan tersebut. Dimana jika seseorang menginginkan kontrol diri menjadi karakter pada dirinya, maka perilaku ini harus dikembangkan, ditumbuhkan, dipupuk, dan dibiasakan dalam lingkungan yang kondusif.

Tentu tidak hanya satu variabel yang menyebabkan anak melakukan tindakan tidak bermoral dan kekerasan, tetapi kontrol diri yang tidak berkembang dengan baik jelas menandai kecenderungan tersebut. Di jaman sekarang ini, banyak bermunculan godaan dan pilihan yang berbahaya terhadap kerusakan moral dihadapan anak-anak, bisa berupa permainan modern, tayangan televisi, gambar dan cerita di media cetak dalam bentuk koran, majalah ataupun buku, lingkungan pergaulan dan lain sebagainya. Maka kontrol diri bukan hanya akan meningkatkan nilai kecerdasan moral mereka, tetapi juga dapat menyelamatkan kehidupan mereka.

Pendidikanlah yang tepat untuk melakukan itu semua, dan lebih khususnya pendidikan dalam keluarga. Mengapa dalam keluarga ?, keluarga merupakan madrasah al-ula yaitu pendidikan pertama kali yang diterima oleh anak, dan sangat tepat dalam menanamkan nilai-nilai kontrol diri dari orang tua kepada anak. Orang tua yang perhatian terhadap penanaman nilai-nilai kontrol diri akan selalu membiasakan anak-anaknya untuk berbuat demikian dengan pendekatan qudwah (keteladanan).

Tulisan lengkap dapat didownload di sini