Sifat iri munculkan ketamakan

Pada hakikatnya sangatlah manusiawi jika seseorang menginginkan suatu hal yang lebih baik dari apa yang ada dalam dirinya.
Jika tidak dimenej dengan baik, keinginan itu bisa melahirkan sifat tamak atau serakah. Seseorang yang mempunyai sifat tamak biasanya menginginkan sesuatu yang ada pada diri orang lain. Sifat tamak identik dengan salah satu penyakit hati, yakni iri.
Hal itu disampaikan salah satu dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Mohammad Muchtarom, saat ditemui Espos di kediamannya belum lama ini.
”Tamak merupakan bibit dari kehinaan. Seseorang yang punya sifat tamak adalah orang yang hina. Hal ini awalnya karena orang tersebut cinta dunia sehingga apapun akan dilakukan demi memenuhi nafsu pribadinya. Terkadang ia tidak lagi memperhatikan masalah halal dan haram,” jelasnya.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta. Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka,” (QS Al ’Aadiyaat: 6-11).
Penyebab munculnya ketamakan dalam diri seseorang, lanjutnya, karena orang tersebut ragu-ragu atau berprasangka buruk atas rezeki yang diberikan Allah SWT. Sehingga dia selalu merasa kurang,” jelasnya.
Kasus-kasus korupsi, penyelewengan dan tindakan buruk lainnya, menurut Muchtarom, terjadi karena seseorang memiliki sifat tamak. ”Oleh karena itu ketika memilih pemimpin, seperti pada pemilihan presiden mendatang, pilihlah pemimpin yang dermawan. Seorang pemimpin yang benar-benar mau memikirkan rakyatnya,” sarannya.
Sementara salah satu mubalig dari MTA, Dr Suparno, menjelaskan seorang muslim hendaknya senantiasa menyadari bahwa kehidupannya di dunia hanyalah sementara. Tapi kehidupan yang abadi adalah di akhirat. Oleh karena itu ia perlu mempersiapkan bekal untuk menggapai kehidupan akhirat.
Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat,”(QS Asy Syuara: 20).
“Jika seorang manusia sudah sadar bahwa kehidupan akhirat adalah yang langgeng, dia akan berusaha melakukan berbagai amal kebaikan agar mendapat rida dari-Nya. Yakni dengan menjalankan rukun-rukun yang telah ditetapkan,” ungkapnya.
Cinta akhirat
Selain itu, lanjutnya, ia pun akan berusaha selalu menambah amal kebaikan dengan melakukan berbagai amalan ibadah sunah lainnya. Misalnya dengan bersikap dermawan kepada orang yang membutuhkan.
“Ibadah seperti zakat, infak, sedekah, sesungguhnya mengandung pelajaran agar seorang muslim lebih mencintai akhirat daripada dunia. Sehingga ia pun rela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk beramal,” jelasnya.
Bukan sebaliknya, katanya, menjadi pribadi yang bakhil atau pelit. Sehingga ia pun tidak akan menjadi orang yang tamak atau rakus.
Rasulullah dan para sahabat, imbuh Muchtarom, telah memberikan teladan bagaimana menjadi muslim yang dermawan. Ketika ada orang yang meminta sesuatu, Rasulullah selalu berusaha memenuhi permintaan itu, meski ia sendiri tidak punya apa-apa.
”Dikisahkan suatu hari ada orang yang meminta sesuatu kepada Rasulullah. Karena Nabi Muhammad SAW tidak memiliki apapun, ia pun menyarankan agar orang itu datang kepada puterinya Fatimah,” urainya. ::Eni Widiastuti::

sumber:http://www.solopos.co.id/soft/khazanah_detail.asp?id=278344