Kedermawanan sebagai budaya keluarga

Sesuatu akan terbiasa jika dibiasakan. Kaidah ini sangat tepat jika diberlakukan pada pola pendidikan anak dalam sebuah keluarga.
Hal itu disarankan salah satu dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang juga pengurus Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Solo, Mohammad Muchtarom, saat ditemui Espos di kediamannya belum lama ini.
Ia mencontohkan, jika orangtua menghendaki buah hatinya menjadi pribadi yang suka menolong orang lain, biasakan ia memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan.
”Misalnya suatu hari ada pengemis datang ke rumah atau ketika di perjalanan ada pengamen, biasakan anak untuk memberikan uang kepada pengemis itu. Oleh karena itu, katanya, orangtua sebaiknya tidak pelit memberikan uang kepada anaknya tapi diarahkan agar sebagian digunakan untuk berinfak,” jelasnya.
Pada saat meminta anak untuk memberikan uang kepada pengemis, sarannya, sesekali orangtua perlu memberikan penjelasan bahwa kehidupan para pengemis itu lebih memprihatinkan daripada dirinya. Sehingga mereka perlu ditolong. ”Biasakan juga anak untuk mensyukuri apa yang dianugerahkan Allah kepadanya,” katanya.
Demikian halnya ketika ada tetangga yang sakit, terangnya, ajaklah anak untuk menengoknya. Atau ketika ada tetangga atau saudara meninggal dunia, tak ada salahnya orangtua mengajak anak. Sehingga jiwa kepekaannya akan tumbuh.
”Suatu saat ketika orangtua baru saja bepergian dan membawa oleh-oleh, mintalah anak untuk mengantarkan oleh-oleh ke tetangga,” jelasnya.
Aplikatif
Intinya, tegas Muchtarom, kebiasaan itu harus aplikatif. Tak sekadar memberikan teori bahwa seorang muslim harus membantu orang lain, tapi langsung minta anak untuk mengaplikasikannya. Hal ini karena terkadang untuk melakukan suatu kebaikan, seseorang harus dipaksa.
Sementara seorang mubalig dari Majelis Tafsir Alquran (MTA) Solo, Dr Suparno MAppSc, menegaskan sifat kedermawanan seseorang akan terpancar dalam pribadi yang berakhlak mulia.
Allah SWT berfirman, ”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian,”(QS Al Furqon: 67).
”Namun demikian ketika beramal seseorang tidak boleh berlebih-lebihan. Harus sesuai kemampuan dan tidak memaksakan diri, ” katanya.
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, karya Imam Nawawi, dijelaskan salah satu dasar perintah membantu orang lain adalah firman Allah SWT, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan,” (QS Al Insan: 8).
Dikisahkan juga satu riwayat yang menggambarkan bagaimana kebiasaan membantu orang lain tercermin dalam keluarga Rasulullah dan para sahabat. Dari Abu Hurairah RA dia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW, dia berkata, ‘Sesungguhnya saya sangat kesusahan,’ Maka beliau mengirimkannya kepada sebagian istri-istri beliau, maka istri beliau berkata, ‘Demi Allah yang mengutus anda dengan kebenaran, saya tidak memiliki (apa-apa) kecuali hanya air.’ Kemudian beliau mengirimnya kepada istri yang lain, maka diapun menjawab seperti jawaban tadi, hingga seluruh istri beliau menjawab dengan jawaban yang sama, ‘Tidak demi Allah yang mengutus anda dengan benar saya tidak memiliki selain air.’ Maka Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Siapa yang dapat menjamu tamu ini pada malam ini? Maka seorang dari kaum Anshar berkata, ‘Saya wahai Rasulullah,’ Lalu dia berangkat membawanya ke rumahnya. Dia berkata kepada istrinya, ‘Muliakanlah tamu Rasulullah ini.’ Dalam satu riwayat dia berkata kepada istrinya, ‘Apakah kamu mempunyai sesuatu?’ Dia menjawab, ’Tidak kecuali makanan anak-anak kita.’ Dia berkata, ’Hiburlah mereka dengan sesuatu dan jika mereka hendak makan malam maka tidurkanlah mereka, dan apabila tamu kita masuk maka padamkanlah lampunya, dan perlihatkanlah seolah-olah kita ikut makan.’ Kemudian mereka duduk dan tamu itu makan, sementara sahabat dan istrinya semalaman dalam keadaan lapar. Maka ketika pagi tiba sahabat itu pergi menemui Nabi Muhammad SAW, beliau lalu bersabda, ’Sungguh Allah telah kagum pada perbuatan kalian dalam menjamu tamu semalam,” (HR Bukhari-Muslim). ::Eni Widiastuti::

sumber:http://www.solopos.co.id/soft/khazanah_detail.asp?id=278337